Friday 13 2015

Posisi Tawar Akuntan

Sepanjang sejarah bangsa, kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK)mencatatkan rekor komposisi menteri dan wakil menteri dengan profesi akuntan terbanyak. Mereka dipilih berdasarkan integritas, kapabilitas, dan profesionalisme, yang akan menjadi modal besar untuk menyukseskan upaya menciptakan welfare state.

 

Keterpilihan Akuntan Profesional dalam jumlah yang cukup banyak di Kabinet Kerja menjadi kabar baik bagi kalangan akuntan. Sebanyak tiga menteri dan satu wakil menteri berlatar belakang akuntan terpilih dalam kabinet kerja Presiden Republik Indonesia ke-7 Jokowi-JK.

Kepercayaan sebagai menteri Jokowi-JK tidak hanya menunjukkan bahwa Akuntan Profesional memang profesi yang strategis bagi perkembangan bangsa, tapi juga menggambarkan posisi tawar kalangan akuntan dalam kancah perekonomian nasional, kepemimpinan Indonesia, serta penegakan good public governance dan good corporate governance. Sebelumnya, kepercayaan kepada akuntan mengalami pasang surut seiring dengan dinamika jaringan yang kompetitif dan kalkulasi konflik kepentingan pragmatis dan transaksional elit penguasa.

Modal Akuntan

Kini, dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK ada nama Ignasius Jonan yangdinobatkan sebagai Menteri Perhubungan, Sudirman Said yang dilantik selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Prof. M. Nasir ditetapkan sebagai Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Prof. Mardiasmodipercayakan mengisi posisi kursi Wakil Menteri Keuangan.

Akuntan Profesional dalam Kabinet Jokowi-JK memiliki modal strategis yang sekaligus menjadi posisi tawar mereka dalam bekerja. Pertama tentunya karena mereka terpilih atas dasar kapasitas kompetensi, pengalamanprofesional serta kekuatan intelektualitas. Di tengah-tengah masa yang sulit, figur yang kompeten dan profesional akan memelihara harapan publik tentang sebuah perbaikan, pembenahan,  perubahan, dan cita-cita: welfare state.     

Positioning terbaik para akuntan menteri karena mereka ditakar bukankarena memiliki track record aktivis partai. Jonan dan akuntan lain yang terpilih sebagai menteri tidak pula memiliki basis massa yang luas pun dukungan organisasi kemasyarakatan yang kuat. Mereka ditunjuk tidak dilatari oleh kalkulasi transaksional, apatahlagi hasrat untuk menciptakan boneka kepentingan, membangun dinasti kroni, ataupun mengukuhkan kedigdayaan mafia proyek-proyek pemerintahan.

Modal netralitas dan independensi tersebut, adalah sebuah ‘ruh’ baik yang membuat menteri-menteri dari kalangan akuntan akan dapat berpikir jernih, lurus, dan objektif, sehingga mengambil keputusan dengan cerdas dan tangkas serta bertindak dengan berani dan cepat dalam mengurai dan menuntaskan lingkaran dilematis serta labirin kepentingan masalah kebangsaan. 

Modal kedua para akuntan menteri tersebut untuk bekerja lebih baik adalah karena mereka ditempatkan pada tempat yang tepat sesuai dengan kualifikasi karier keberhasilan mereka. Mereka adalah right man on the right job. Jonan yang menangani Kementerian Perhubungan berhasil membenahi sektor perkeretaapian nasional dengan inovasi sistematis dan gebrakan-gebrakan berani ketika memimpin PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Sudirman Said dengan rekam jejak pergerakan dan perjuangan di PT Pertamina, PT Petrosea Tbk dan PT Indika Energy Tbk hingga PT Pindad (Persero), dikenal sosok yang senantiasa berdiri di garis terdepan dalam membangun semangat transparansi dan tatanan good corporate governanceyang kuat dan berkualitas, sehingga tepat adanya bila Sudirman didaulat menakhodai pembenahan dan perbaikan di Kementerian ESDM yang selama ini menjadi tambang uang para mafia migas. 

Sementara Prof. M Nasir yang ditempa dan dibesarkan dalam ranah intelektual Universitas Diponegoro (Undip), dan kemudian sempat mengeyam amanat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Undip, Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kompartemen Akuntan Pendidik dan terakhir terpilih sebagai Rektor Undip, sudah tepat bila diamanahkan pada pos Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi.

Begitupun Prof. Mardiasmo merupakan akademisi berpengalaman Universitas Gajah Mada (UGM) yang fokus pada bidang akuntansi sektor publik, baik dari aspek anggaran, perpajakan maupun pengawasan. Dia juga pernah menduduki jabatan Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan dan terakhir menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).

Modal berikutnya para akuntan sebagai menteri Kabinet Kerja karena tidak memiliki dosa sejarah yang mencederai reputasi mereka. Selama ini catatan integritas mereka clean dan clear. Rekam jejak kasus ataupun indikasi penyimpangan di masa lalu pun praktis tak terdengar.

Bekal identitas kepribadian yang bersih tersebut akan membuat suara-suara kebaikan mereka akan semakin lantang berkumandang dan kaki mereka semakin ringan melangkah dalam upaya melakukan penegakan aturan pemerintahan dan menciptakan atmosfer kerja kebangsaan yang sehat dan menyejahterakan.     

 

Tantangan Akuntan Menteri

Akuntan menteri punya tantangan besar untuk memelihara dan membesarkan posisi tawar mereka di mata Jokowi-JK. Tantangan terbesar seorang akuntan menteri adalah terperangkap dalam kekakuan birokrasi pemerintahan. Kecepatan akuntan menteri tersebut bisa menjadi lamban dan lemah bila sendi-sendi birokrasi merepotkan dan menyulitkan gagasan gemilang dan langkah berani mereka mewujudkan Indonesia yang lebih baik bersama Jokowi-JK.

Tantangan kedua adalah jaringan mafia proyek dalam sistem pemerintahan. Orang yang baik dalam sistem yang buruk bisa jadi lumpuh, tak berdaya dan menjadi bulan-bulanan. Memotong simpul-simpul praktik KKN dan menanamkan value-value kelembagaan, akan bisa menetralisir praktik tidak etis dan menyengsarakan rakyat tersebut.

Tantangan ketiga adalah mewujudkan dream team yang tangguh, cerdas,  memegang teguh idealisme kebangsaan dan menjaga integritas. Dalam zaman yang pragmatis, instan, dan konsumtif sekarang ini, mencari orang hebat dengan keistimewaan integritas dan kewibawaan idealisme bukan lah hal yang mudah. Mereka harus mencari figur-figur yang memang memiliki rekam jejak positif dan siap bekerja untuk bangsa demi menyejahterakan masyarakat.

Pada akhirnya, kapasitas profesionalisme dan semangat integritas akuntan dituntut tidak hanya mewujudkan kinerja prestasi mumpuni, namun juga tatanan good public governance dan good corporate governance yang lebih dinamis dan berkualitas untuk mewujudkan birokrasi yang nyaman, ‘sehat’ dan menyejahterakan.  *

 

(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Desember 2014)

 

IAI, Salam Profesionalisme Akuntan.

No comments:

Post a Comment